PERUBAHAN SOSIAL DALAM PENDIDIKAN
AHMAD ARDAN
Fakultas
MIPA, universitas sulawesi barat.
Abstrak:
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial:
Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku, Organisasi, Lembaga kemasyarakatan,
Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan wewenang. Faktor Penyebab Perubahan
Sosial: Laju penduduk , Penemuan-penemuan baru, Pertentangan, Pemberontakan /
revolusi. Bentuk-bentuk perubahan sosial: Lambat & Cepat, Kecil &
Besar, Intended Change (perubahan yang di kehendaki) dan Uninted Change
(perubahan yang tidak di kehendaki). Pendidikan adalah serangkaian kegiatan
komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau
dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan
anak seutuhnya.
Kata kunci:
Perubahan Sosial, Pendidikan,Pengaruh perubahan sosial pada Pendidikan
A. PENDAHULUAN
Pendidikan ada dan hidup di dalam
masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan ketergantungan yang erat.
Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang
dan maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan
pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya
tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya
Manusia (SDM) yang unggul.
Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis. Pada masa sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Isu postmodernisasi dan globalisasi sebenarnya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern.
Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis. Pada masa sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Isu postmodernisasi dan globalisasi sebenarnya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern.
Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu
kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia.
Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan komunikasi yang
begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang
seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang
sama.
Perubahan, kata Senge (1990) dalam
Maliki (2010:276) merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan, karena ia
melekat, built in dalam proses pengembangan masyarakat. Kebutuhan untuk bisa
survive dalam ketidakpastian dan perubahan menjadi tuntutan masa kini.
Perubahan terjadi begitu cepat dan luas, termasuk mengubah dasar-dasar asumsi
dan paradigma memandang perubahan.
Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.
Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.
B. METODELOGI
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulis menggunakan studi
pustaka, dimana penulis mencari sumber-sumber dari internet yang bertalian dengan
judul yang telah di angkat oleh dosen mata kuliah pengantar pendidikan.
C. PEMBAHASAN
Ø Perubahan
Sosial
Perubahan
sosial adalah proses yang meliputi bentuk keseluruhan aspek kehidupan
masyarakat. Menurut pengamatan, perubahan sosial telah menjadi titik kajian
beragam ilmu yang sifatnya lintas disiplin. Perubahan sosial adalah masalah
teori-teori sosial yang dipakai untuk menerangi fenomena perubahan sosial
secara sepihak. Dalam banyak hal, ternyata teori, substansi dan metodologi
tidak bisa terpisah menjadi suatu sistem berpikir untuk memahami fenomena
perubahan sosial yang lengkap.
Perubahan
sosial menggambarkan suatu proses perkembangan masyarakat. Pada satu sisi
perubahan sosial memberikan suatu ciri perkembangan atau kemajuan (progress)
tetapi pada sisi yang lain dapat pula berbentuk suatu kemunduran (regress).
Perubahan sosial dapat terjadi oleh karena suatu sebab yang bersifat alamiah
dan suatu sebab yang direncanakan. Perubahan sosial yang bersifat alamiah
adalah suatu perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri.
Sedangkan perubahan sosial yang direncanakan adalah perubahan yang terjadi karena
adanya suatu program yang direncanakan, seringkali berbentuk intervensi, yang
bersumber baik dari dalam ataupun dari luar suatu masyarakat. Perubahan yang
direncanakan yang datang dari dalam masyarakat yang bersangkutan, seringkali
merupakan program perubahan yang dibuat oleh sekelompok anggota masyarakat
tertentu, biasanya para elite masyarakat, yang ditujukan bagi kelompok-kelompok
masyarakat lainnya.
Gejala
perubahan sosial yang masih relevan dalam tatanan kehidupan masa kini adalah
gejala modernisasi yang dicanangkan dunia Barat untuk memperbaiki perekonomian
masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga. Dampak modernisasi sangat luas, baik
yang dianggap positif maupun negatif oleh kalangan masyarakat di negara-negara
Dunia Ketiga, baik yang berkaitan dangan masalah ekonomi, sosial, politik,
budaya dan ilmu pengetahuan. Modernisasi sebagai fenomena perubahan mendapat
respon yang beragam, bahkan dikritisi sebagai westernisasi. Bagaimanapun sebuah
masyarakat bukanlah 'bejana' kosong yang begitu saja menerima hal-hal yang
berasal dari luar, tetapi ia memiliki mekanisme tertentu melalui norma-norma
dan nilai-nilai tradisi (budaya) dalam menangani dan menanggapi perubahan yang
terjadi.
Dalam kaitannya dengan hal ini adalah peran para agen perubahan (pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat) yang mampu mengantisipasi berbagai perkembangan masyarakat sehingga mampu mengarahkan masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Dalam kaitannya dengan hal ini adalah peran para agen perubahan (pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat) yang mampu mengantisipasi berbagai perkembangan masyarakat sehingga mampu mengarahkan masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Ø Aspek-aspek
Perubahan Sosial
Dalam ilmu sosiologi dibedakan antara
sosiologi makro dan sosiologi mikro. Sosiologi makro adalah ilmu sosiologi yang
mempelajari pola-pola sosial bersekala besar terutama dalam pengertian
komparatif dan historis, misalnya antara masyarakat tertentu, atau antara
bangsa tertentu. Sosiologi mikro lebih memberikan perhatian pada perilaku
sosial dalam kelompok dan latar sosial masyarakat tertentu (Salim, 2002: 11).
Berangkat dari pengertian tersebut agak sulit menempatkan studi perubahan
sosial, apakah dalam posisi sosiologi makro atau mikro. Akan tetapi, mempertimbangkan
beberapa hal, seperti akan dijelaskan kemudian, studi perubahan sosial berwajah
ganda, baik sosiologi makro maupun mikro.
Namun demikian, merumuskan suatu konsep atau
definisi yang dapat diterima berbagai pihak merupakan pekerjaan yang sulit dan bisa
jadi tidak bermanfaat. Itulah sebabnya, dalam kajian ini teori perubahan sosial
yang dikedepankan tidak berpretensi untuk memuaskan sejumlah tuntutan. Dalam
kajian ini yang dimaksud dengan satu pengertian perubahan sosial adalah
terjadinya perubahan dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang lain dengan
melihatnya sebagai gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hal itu terjadi
lebih sebagai dinamika “bolak-balik” antara hakikat dan kemampuan manusia
sebagai makhluk yang hidup dan memiliki kemampuan tertentu (faktor internal)
berdialektika dengan lingkungan alam (fisik), sosial, dan budayanya (faktor
eksternal).
Persoalan
yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut.
Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk
perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam kasus masyarakat
Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan
sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan
pembangunan, atau modernisasi awal terutama setelah tahun 1900-an, yakni ketika
Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, seperti akan
dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia terutama terjadi setelah
tahun 1980-an. Hal itu berkaitan dengan pengaruh timbal balik perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta beberapa kemudahan yang disebabkan faktor
tersebut.
Kedua,
faktor apa yang berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat
enam faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sosial; (1) penyebaraan
informasi, meliputi pengaruh dan mekanisme media dalam menyampaikan pesan-pesan
ataupun gagasan (pemikiran); (2) modal, antara lain SDM ataupun modal
finansial; (3) teknologi, suatu unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah
sesusai dengan perkembangan ilmu pengetahuan; (4) ideologi atau agama,
bagaimana agama atau ideologi tertentu berpengaruh terhadap porses perubahan
sosial; (5) birokrasi, terutama berkaitan dengan berbagai kebijakan
pemerintahan tertentu dalam membangun kekuasaannya; (6) agen atau aktor. Hal
ini secara umum termasuk dalam modal SDM, tetapi secara spesifik yang
dimaksudkan adalah inisiatif-inisiatif individual dalam “mencari” kehidupan
yang lebih baik.
Ketiga,
dari mana perubahan terjadi, dari negara, atau dari pasar bebas (kekuatan luar
negeri), atau justru dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Keempat, hal-hal
apa saja yang berubah dan bagaimana perubahan itu terjadi. Seperti diketahui,
perubahan dapat sesuatu yang berbentuk fisik (tampak/material), misalnya
terjadinya pembangunan dalam pengertian fisik, tetapi ada pula hal-hal yang
tidak tampak (nonmaterial), seperti pemikiran, kesadaran, dan sebagainya.
Kelima, hal-hal atau wacana-wacana apa saja yang dominan dalam proses perubahan
sosial tersebut? Misalnya, untuk kasus Indonesia di antara enam faktor
perubahan seperti disinggung di atas, mana di antaranya yang dominan, dan mengapa
hal tersebut terjadi.
Keenam, bagaimana membedakan konteks-konteks
perubahan dalam setiap masyarakat dan bagaimana proses sosial tersebut
berlangsung. Dalam masalah ini, pertama, ada yang disebut proses reproduksi,
yakni proses pengulangan-pengulangan dalam ruang dan waktu yang berbeda seperti
halnya warisan sosial dan budaya dari masyarakat sebelumnya. Kedua, apa yang
disebut sebagai proses transformasi, yakni suatu proses perubahan bentuk atau
penciptaan yang baru, atau yang berbeda dari sebelumnya.
Ø Perubahan
Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala
berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan
sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia
yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan
manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan (Widodo:2008). Perubahan
sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan
pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk,
penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti
bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
Perkembangan
masyarakat seringkali juga dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu
proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat
dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang
dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk
“evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Augus Comte. Keduanya memiliki
pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk
perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut
pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan”
masyarakat.
Berbeda
dengan Spencer dan Comte yang menggunakan konsepsi optimisme, Oswald Spengler
cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan manusia pada dasarnya
merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut.
seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari
kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan kematian. Perkembangan pada
masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan tidak berarti
kumulatif.
Ø Bentuk-bentuk
Perubahan Sosial
Ke mana
arah perubahan sosial di Indonesia, hingga hari ini tampaknya belum dapat
dibaca dengan cukup cermat. Proses tawar-menawar masih sedang terjadi, dan
semua hal masih sangat mungkin terjadi. Akan tetapi, yang pasti, hingga kini
masyarakat Indonesia masih sedang gelisah, marah, sedih, dan prihatin.
Demokrasi masih diperjuangkan terus-menerus, dan tidak tahu demokrasi seperti
apa yang akan terjadi, penegakan hukum masih simpang siur, dan secara relatif
masyarakat hidup tanpa kepastian (Salam: 2007).
Secara garis besar bentuk-bentuk perubahan sosial budaya dapat dipilah menjadi dua: Pertama perubahan yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat yang disebut revolusi. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
Kedua, perubahan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu (lambat) yang disebut evolusi. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan sifat-sifat yang diwariskan dalam suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menjadi dasar dari evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan pada keturunan suatu makhluk hidup. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen oleh mutasi, transfer gen antar populasi, seperti dalam migrasi, atau antar spesies seperti yang terjadi pada bakteria, serta kombinasi gen mealui reproduksi seksual. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak jaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
Perubahan sosial mencakup aspek-aspek yang kompleks, mulai dari politik, ekonomi, kebudayaan, hukum, keamanan dan sebagainya. Perubahan yang terjadi, baik secara cepat maupun lambat akan memberikan dampak bagi masyarakatnya, juga pendidikan. Perubahan yang berlangsung cepat (revolusi) memang pada umumnya lebih berpeluang mengagetkan masyarakat sehingga tidak siap menghadapi perubahan itu.
Secara garis besar bentuk-bentuk perubahan sosial budaya dapat dipilah menjadi dua: Pertama perubahan yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat yang disebut revolusi. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
Kedua, perubahan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu (lambat) yang disebut evolusi. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan sifat-sifat yang diwariskan dalam suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menjadi dasar dari evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan pada keturunan suatu makhluk hidup. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen oleh mutasi, transfer gen antar populasi, seperti dalam migrasi, atau antar spesies seperti yang terjadi pada bakteria, serta kombinasi gen mealui reproduksi seksual. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusi telah berakar sejak jaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
Perubahan sosial mencakup aspek-aspek yang kompleks, mulai dari politik, ekonomi, kebudayaan, hukum, keamanan dan sebagainya. Perubahan yang terjadi, baik secara cepat maupun lambat akan memberikan dampak bagi masyarakatnya, juga pendidikan. Perubahan yang berlangsung cepat (revolusi) memang pada umumnya lebih berpeluang mengagetkan masyarakat sehingga tidak siap menghadapi perubahan itu.
Ø Eksistensi
Pendidikan
Pendidikan
merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan
semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan berbagai
kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya
berupa tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai berbagai kepentingan. Oleh
sebab itu titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu
setiap jenis dan jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada pendidikan
dasar. Pendidikan memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun
kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang
vital, khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.
Menurut Tilaar (2004), pendidikaan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini sekarang mudah dibaca.
Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di berbagai daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan saat ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.
Salah
seorang pakar pendidikan di Indonesia, Dr Anita Lie dalam presentasi mengenai
Renstra Biro Pendidikan LPMAK yang berlangsung di Sheraton Hotel Timika belum
lama ini mengakui ada ketidakberesan dalam konsep pendidikan nasional. Anita
bahkan merujuk pada materi Ujian Nasional yang cenderung membebani masyarakat
pendidikan di daerah-daerah.
Tak saja Anita Lie, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu pun menilai konsep pendidikan nasional saat ini tak lagi relevan untuk diterapkan di daerah termasuk di Papua. Barnabas Suebu malah menyentil konsep pendidikan nasional ibarat pakaian jadi (pakaian konveksi). “Pakaian tersebut diukur dan dijahit di Jakarta kemudian dikirim ke daerah. Masyarakat di Papua yang butuh pakaian langsung mengenakan saja tanpa melihat ukuran. Orang di Jakarta pun tidak tahu tentang postur orang Papua, mereka hanya asal jahit berdasarkan seleranya,” begitu kata Barnabas mengibaratkan konsep pendidikan nasional saat ini.
Tak saja Anita Lie, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu pun menilai konsep pendidikan nasional saat ini tak lagi relevan untuk diterapkan di daerah termasuk di Papua. Barnabas Suebu malah menyentil konsep pendidikan nasional ibarat pakaian jadi (pakaian konveksi). “Pakaian tersebut diukur dan dijahit di Jakarta kemudian dikirim ke daerah. Masyarakat di Papua yang butuh pakaian langsung mengenakan saja tanpa melihat ukuran. Orang di Jakarta pun tidak tahu tentang postur orang Papua, mereka hanya asal jahit berdasarkan seleranya,” begitu kata Barnabas mengibaratkan konsep pendidikan nasional saat ini.
Ø Pengaruh
perubahan sosial pada Pendidikan
Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari
pengaruh perubahan sosial. Dan setiap berbicara mengenai pendidikan, orang
selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini
menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama
pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh didefinisikan
sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan perilaku
sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah
semata.
Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa dalam
pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi.
Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus
dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan
masyarakat. Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis mengikuti
satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara,
yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen
perubahan dicetak.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai
sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat
memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Perubahan sosial tak lagi
digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad 17 – 18 melawan kaum
feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis
di abad 19 untuk kemudian menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh para
petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin
lagi keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa
diri bebas dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan
yang membawa dampak perubahan di sana sini.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur. Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru. Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur. Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru. Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru.
Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab
itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan
orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan
tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes
tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai
tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil
memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output dari sekolah semacam itu
hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus
menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan tetap
menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang
lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan
prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik
pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga reproduksi
sosial bukan lembaga perubahan sosial.
D.
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial: Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku, Organisasi, Lembaga kemasyarakatan, Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan wewenang. Faktor Penyebab Perubahan Sosial: Laju penduduk , Penemuan-penemuan baru, Pertentangan, Pemberontakan / revolusi. Bentuk-bentuk perubahan sosial: Lambat & Cepat, Kecil & Besar, Intended Change (perubahan yang di kehendaki) dan Uninted Change (perubahan yang tidak di kehendaki).
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya. Pendidikan memiliki peran strategis dan vital bagi kelangsungan suatu bangsa. Oleh perubahan yang gencar terjadi, pendidikan bisa menjadi korban. Pendidikan yang kehilangan pijakan akan terbang mengikuti arah angin perubahan yang sedang terjadi. Maka perubahan sosial yang terjadi baik itu mengangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, maupun berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang (politik), harus dihadapi dengan perubahan dalam dunia pendidikan. Pendidikan justru harus mampu menjadi agen perubahan, bukan menjadi korban perubahan.
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial: Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku, Organisasi, Lembaga kemasyarakatan, Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan wewenang. Faktor Penyebab Perubahan Sosial: Laju penduduk , Penemuan-penemuan baru, Pertentangan, Pemberontakan / revolusi. Bentuk-bentuk perubahan sosial: Lambat & Cepat, Kecil & Besar, Intended Change (perubahan yang di kehendaki) dan Uninted Change (perubahan yang tidak di kehendaki).
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya. Pendidikan memiliki peran strategis dan vital bagi kelangsungan suatu bangsa. Oleh perubahan yang gencar terjadi, pendidikan bisa menjadi korban. Pendidikan yang kehilangan pijakan akan terbang mengikuti arah angin perubahan yang sedang terjadi. Maka perubahan sosial yang terjadi baik itu mengangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, maupun berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang (politik), harus dihadapi dengan perubahan dalam dunia pendidikan. Pendidikan justru harus mampu menjadi agen perubahan, bukan menjadi korban perubahan.
Ø Saran dan Solusi
Dunia pendidikan harus memposisikan diri sebagai agen perubahan
(agent of changes). Pemahaman monokultur harus diarahkan pada multikultur (bdk.
Maliki, 2010:252). Harus disadari bahwa kehidupan itu majemuk dan semakin
majemuk, namun paradigma pendidikan belum berubah ke arah itu. Pendidikan di
Indonesia masih mengacu pada budaya, kehendak, keinginan tunggal. Kedua,
pendidikan harus memposisikan diri sebagai pelaku transformasi besar-besaran.
Pendidikan yang hanya diperuntukkan mencerdaskan otak harus ditransformasikan
ke dalam perspektif yang holistik yakni mencerdaskan perilaku secara
keseluruhan. Ketiga, pendidikan harus mampu mengkonstruk identitas budaya bagi
manusianya. Budaya kita adalah budaya plural.
Pendidikan multikultural akan efektif jika dalam tatakelola
pendidikan tidak hanya berorientasi out put, melainkan juga memperhatikan out
come. Dengan melihat out come berarti melihat kompetensi lulusan di tengah
kehidupan masyarakatnya, baik kompetensi kognitif, afektif maupun psikomotor.
Guna mencapai outcome yang nyata dan bermanfaat bagi masyarakat, pendidikan
multikultural harus ditransformasikan melalui pendekatan praksis. Pendidikan
tidak hanya dikemas dalam tatanan wacana dan diskursus melainkan memasuki
kehidupn nyata. Untuk itu penerapan model service learning antara peserta
didik, guru dan warga sekolah perlu digalakkan. Dengan service learning peserta
didik secara nyata membangun kehidupan yang damai, terbuka menghadapi
keanekaragaman, toleransi dan demokratis.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Koento,
Wibisono. 1983. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Augus Comte.
Yogyakarta. Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University. Salam, Aprinus. 2007. Perubahan Sosial dan Pertanyaan tentang
Kearifan Lokal. Sumber : Jurnal Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 257-275
2 P3M STAIN Purwokerto dari: www.ibdajurnal.googlepages.com. diakses tgl. 25
November 2010
Salim, Agus.2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia.Yogyakarta: Tiara Wacana. Widodo, Slamet. 2008. Perspektif Teori tentang Perubahan Sosial; Struktural Fungsional dan Psikologi Sosial. Dari http//www.slametwidodo.com. diakses tgl. 26 November 2010.
Widodo, Slamet. 2008, Perubahan Sosial
Salim, Agus.2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia.Yogyakarta: Tiara Wacana. Widodo, Slamet. 2008. Perspektif Teori tentang Perubahan Sosial; Struktural Fungsional dan Psikologi Sosial. Dari http//www.slametwidodo.com. diakses tgl. 26 November 2010.
Widodo, Slamet. 2008, Perubahan Sosial

0 Comments